Ingat, bagikan artikel ini untuk Indonesia lebih maju.
Mri kita simak kisah berikut ini..
“Ada seorang laki-laki memiliki hutang, dan pada suatu hari
datanglah kepadanya pemilik hutang, kemudian mengetuk pintunya. Selanjutnya
salah seorang putranya membukakan pintu untuknya. Dengan tiba-tiba, orang itu
mendorong masuk tanpa salam dan penghormatan, lalu memegang kerah baju pemilik
rumah seraya berkata kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah, bayar
hutang-hutangmu, sungguh aku telah bersabar lebih dari seharusnya, kesabaranku
sekarang telah habis, sekarang kamu lihat apa yang kulakukan terhadapmu hai
laki-laki?!
Pada saat itulah sang anak ikut campur, sementara air mata
mengalir dari kedua matanya saat dia melihat ayahandanya ada pada kondisi
terhina seperti itu.
Dia berkata,”Berapa hutang yang harus di bayar ayahku?’
Dia menjawab,”Tujuh puluh ribu real.”
Berkata sang anak,”Lepaskan ayahku, tenanglah,
bergembiralah, semua akan beres.”
Lalu masuklah sang anak kekamarnya, dimana dia telah
mengumpulkan sejumlah uang yang bernilai 27 ribu Real dari gajinya untuk hari
pernikahan yang tengah ditunggunya. Akan tetapi dia lebih mementingkan ayahanda
dan hutangnya daripada membiarkan uang itu di lemari pakaiannya. Sang anak
masuk ke ruangan lantas berkata kepada pemilik hutang, “Ini pembayaran dari
hutang ayahku, nilainya 27 ribu Real, nanti akan datang rizki, dan akan kami
lunasi sisanya segera dalam waktu dekat Insya Allah.”
Di saat itulah, sang ayah menangis dan meminta kepada lelaki
itu untuk mengembalikan uang itu kepada putranya, karena ia membutuhkannya, dan
dia tidak punya dosa dalam hal ini. Sang anak memaksa agar lelaki itu mengambil
uangnya. Lalu melepas kepergian lelaki itu di pintu sambil meminta darinya agar
tidak menagih ayahnya, dan hendaknya dia meminta sisa hutang itu kepadanya
secara pribadi.
Kemudian sang anak mendatangi ayahnya, mencium keningnya
seraya berkata, “Ayah, kedudukan ayah lebih besar dari uang itu, segala sesuatu
akan diganti jika Allah azza wa jalla memanjangkan usia kita, dan menganugerahi
kita dengan kesehatan dan ‘afiyah. Saya tidak tahan melihat kejadian tadi,
seandainya saya memiliki segala tanggungan yang wajib ayah bayar, pastilah saya
akan membayarkan kepadanya, dan saya tidak mau melihat ada air mata yang jatuh
dari kedua mata ayah di atas jenggot ayah yang suci ini.”
Lantas sang ayah pun memeluk putranya, sembari sesegukan
karena tangisan haru, menciumnya seraya berkata, “Mudah-mudahan Allah meridhai
dan memberikan taufiq kepadamu wahai anakku, serta merealisasikan segala
cita-citamu.”
Pada hari berikutnya, saat sang anak sedang asyik melaksanakan
tugas pekerjaannya, salah seorang sahabatnya yang sudah lama tidak dilihatnya
datang menziarahinya. Setelah mengucapkan salam dan bertanya tentang
keadaannya, sahabat tadi bertanya,
“Saudaraku, kemarin, salah seorang manajer perusahaan
memintaku untuk mencarikan seorang laki-laki muslim, terpercaya lagi memiliki
akhlak mulia yang juga memiliki kemampuan menjalankan usaha. Aku tidak
menemukan seorang pun yang kukenal dengan kriteria-kriteria itu kecuali kamu.
Maka apa pendapatmu jika kita pergi bersama untuk menemuinya sore ini?”
Maka berbinar-binarlah wajah sang anak dengan kebahagiaan,
seraya berkata,
“Mudah-mudahan ini adalah do’a ayah, Allah azza wa jalla
telah mengabulkannya.”
Maka dia pun banyak memuji Allah azza wa jalla. Pada waktu
pertemuan di sore harinya, tidaklah manajer tersebut melihat kecuali dia merasa
tenang dan sangat percaya kepadanya, dan berkata,
“Inilah laki-laki yang tengah kucari.”
Lalu dia bertanya kepada sang anak, “Berapa gajimu?”
Dia menjawab, “Mendekati 5 ribu Real.”
Dia berkata, “Pergi besok pagi, sampaikan surat pengunduran
dirimu, gajimu 15 ribu Real, bonus 10% dari laba, dua kali gaji sebagai tempat
dan mobil, dan enam bulan gaji akan di bayarkan untuk memperbaiki keadaanmu.”
Tidaklah pemuda itu mendengarnya, hingga dia menangis sambil
berkata, “Bergembiralah wahai ayahku.”
Manajer pun bertanya kepadanya tentang sebab tangisannya.
Maka pemuda itu pun menceritakan apa yang telah terjadi dua hari sebelumnya.
Maka manajer itu pun memerintahkan untuk melunasi hutang-hutang ayahnya. Adalah
hasil dari labanya pada tahun pertama, tidak kurang dari setengah milyar Real
Berbakti kepada kedua orang tua adalah bagian dari ketaatan terbesar, dan
bentuk taqarrub kepada Allah azza wa jalla yang teragung.
Dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dia
berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Amal mana yang paling dicintai oleh Allah?” Maka beliau menjawab, “Shalat pada
waktunya.” Kukatakan lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada
kedua orang tua.” Kukatakan, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian jihad
di jalan Allah.” [HR.al Bukhari & Muslim]
Semoga bermanfaat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar